K.H Idham Chalid kelahiran Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921, seorang ulama dan
politikus pelaku filosofi air. Dia seorang tokoh Indonesia yang pernah menjadi pucuk pimpinan di lembaga eksekutif, legislatif dan ormas.
Laksana air, peraih gelar Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo, ini seorang
tokoh nasional, yang mampu berperan ganda dalam satu situasi, yakni sebagai ulama dan
politisi. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel dan akomodatif dengan tetap berpegang pada
tradisi dan prinsip Islam yang diembannya.
Demikian pula sebagai politisi, ia mampu melakukan gerakan strategis, kompromistis,
bahkan pragmatis. Dengan sikap dan peran ganda demikian, termasuk kemampuan
mengubah warna kulit politik dan kemampuan beradaptasi terhadap penguasa politik ketika
itu, ulama dari Madrasah Pondok Modern Gontor, ini tidak khawatir mendapat kritikan dan
stereotip negatif sebagai tokoh yang tidak mempunyai pendirian, bunglon bahkan avonturir.
Peran ganda dan kemampuan beradaptasi dan mengakomodir itu kadang kala membuat
banyak orang salah memahami dan mendepksripsi diri, pemikiran serta sikap-sikap socio-
poltiknya.
Namun jika disimak dengan seksama, sesungguhnya KH Idham Chalid yang
berlatarbelakang guru itu adalah seorang tokoh nasional (bangsa) yang visi perjuangannya
dalam berbagai peran selalu berorientasi pada kebaikan serta manfaat bagi umat dan
bangsa.
Dengan visi perjuangan seperti itu, pemimpin NU selama 28 tahun (1955-1984), itu
berpandangan tak harus kaku dalam bersikap, sehingga umat selalu terjaga kesejahteraan
fisik dan spiritualnya. Apalagi situasi politik di masa demokrasi terpimpin dan demokrasi
Pancasila, tidak jarang adanya tekanan keras dari pihak penguasa serta partai politik dan
Ormas radikal.
BIODATA
Nama : KH. Dr. Idham Chalid
Lahir : Satui, Kalimantan Selatan, 27 Agustus 1921
Alamat: Jalan Fatmawati,Komp.Darul Ma’arif Jakarta Selatan
Jabatan Penting :
Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU)
Ketua Partai Masyumi
Pendiri/Ketua Partai NU
Pendiri/Ketua Partai Persatuan Pembangunan ( PPP)
Wakil Perdana Menteri Indonesia
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR
Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I 1968-1973)
Menteri Sosial
Tim Penasehat Presiden, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
PENGHARGAAN: Doktor Honoris Causa dari Al-Azhar University, Kairo, Mesir
Perjalanan Hidup dan Karier :
Idham Chalid lahir pada tanggal 27 Agustus 1922 di Setui, dekat Kecamatan Kotabaru,
bagian tenggara Kalimantan Selatan, dan merupakan anak sulung dari lima bersaudara.
Ayahnya H Muhammad Chalid, penghulu asal Amuntai, Hulu Sungai Tengah, sekitar 200
kilometer dari Banjarmasin.
Saat usia Idham enam tahun, keluarganya hijrah ke Amuntai dan tinggal di daerah Tangga
Ulin, kampung halaman leluhur ayahnya.
Selain tercatat sebagai salah satu tokoh besar bangsa ini pada zaman Orde Lama maupun
Orde Baru, sebagian besar kiprah Idham dihabiskan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Idham tercatat sebagai tokoh paling muda sekaligus paling lama memimpin ormas Islam yang
didirikan para ulama pada tahun 1926 tersebut.
Dalam ormas berlogo bola dunia dan bintang sembilan itu, Idham menapaki karier yang
sangat cemerlang hingga menjadi pucuk pimpinan. Dalam usia 34 tahun, Idham dipercaya
menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Jabatan tersebut diembannya selama 28 tahun, yaitu hingga tahun 1984. Pada tahun 1984,
posisi Idham di PBNU digantikan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang ditandai
dengan fase Khittah 1926 atau NU kembali menegaskan diri sebagai ormas yang tidak
terlibat politik praktis serta tidak berafiliasi terhadap partai mana pun.
Selain itu, Idham juga tercatat sebagai “Bapak” pendiri Partai Persatuan Pembangunan
(PPP).
Setelah tidak berkiprah di panggung politik praktis yang telah membesarkan namanya, waktu
Idham dihabiskan bersama keluarga dengan mengelola Pesantren Daarul Maarif di bilangan
Cipete.
Tidak banyak orang yang memiliki pengalaman seperti almarhum KH Idham Chalid dengan
berbagai peran dan jabatan yang di-sandangnya.
Alamarhum memiliki pengabdian dan pengalaman yang begitu beragam. Setidak Idham
Cholid yang telah memimpin NU selama 28 tahun ini dalam karirnya selalu berada dalam tiga
sosok, yaitu ketua NU sebagai ormas, NU sebagai parpol dan sebagai pejabat negera. Dia
juga pernah memimpin tiga partai yaitu Masyumi, NU dan PPP.
Kiai Idham Chalid pernah menduduki tiga jabatan menteri, yaitu wakil perdana menteri,
menkopolkam, dan menteri sosial. Di posisi legislatif, ia juga menduduki berbagai jabatan
mulai dari anggota DPRD Kalsel, DPR dan MPR.
Mengenai kemampuannya membawa NU dalam berbagai situasi, hal ini dikarenakan ia
merupakan orang moderat yang selalu berada ditengah, disertai sikap kesantunan sehingga
bisa diterima oleh semua pihak.
Kiai Idham Chalid juga telah berhasil membawa NU keluar dari masa-masa pelik, bahkan
genting saat Indonesia masih berusia muda dengan dinamika politik yang luar biasa.
Kiai Idham tercatat sebagai tokoh yang paling muda sekaligus paling lama memimpin ormas
Islam yang didirikan para ulama pada tahun 1926 tersebut. Dalam ormas berlambang bola
dunia dan bintang sembilan itu, Idham menapaki karir yang sangat cemerlang hingga
menjadi pucuk pimpinan.
Dalam usia 34 tahun, Idham dipercaya menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU). Jabatan tersebut diembannya selama 28 tahun, yaitu hingga tahun 1984.
Selanjutnya posisi Idham di PBNU digantikan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur),
Perjuangkan Idealisme
Semasa hidupnya, KH Idham Chalid selalu memperjuangkan idealismenya bagi kemajuan
bangsa dan negara tanpa meninggalkan posisi dirinya sebagai seorang kiai. Di tengah
himpitan situasi politik terutama masa Orde Baru, dia memerankan diri sebagai politisi ulung
namun tetap kukuh sebagai seorang kiai.
“Dia tidak meninggalkan jati diri sebagai ulama NU. Hal ini karena dia berpolitik dilandasi
ketekunan menjalankan ibadah,” lanjut Gus Yusuf.
Karena itu, Gus Yusuf tak ragu menyebut Chalid sebagai pribadi yang seimbang antara
kepentingan rohani dengan duniawi. “Tidak seperti politikus saat ini yang sibuk dengan
urusan-urusan politik tetapi tidak menjalankan secara konsekuen ibadahnya,” kritik tokoh
seniman Komunitas Lima Gunung Magelang ini.
Tidak ada komentar:
Write komentar