Sabtu, 02 Mei 2015

Hari Pendidikan Nasional

Ditetapkan pemerintah pada 16 Desember 1959 berkaitan dengan pentingnya pendidikan, Hari Pendidikan Nasional diperingati pada tanggal 2 Mei yang merupakan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Pendidikan tidak sekedar persoalan mengajar atau transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga pengendalian diri dan peradaban.

Pendidikan terbagi menjadi formal dan informal, di mana pendidikan formal diperoleh di sekolah sementara pendidikan informal diperoleh melalui lembaga atau lingkungan diluar sekolah. Idealnya pendidikan dapat melatih pola pikir, sehingga intelegensi berbanding lurus dengan kemampuan praksis untuk menyelesaikan masalah.
Terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang pendidikan di Indonesia, diantaranya Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang menyatakan:
“Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”
Dan Undang-Undang No.2 Tahun 1989 mengatur tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Pada awalnya proses pendidikan dimulai dengan pengajaran aksara pada masa Hindu Buddha dan pengetahuan tentang budi pekerti yang diajarkan melalui diskusi antara guru dan murid yang disebut gurukala. Ketika agama Islam mulai masuk ke Nusantara, ajaran yang disebarkan adalah mengenai ketauhidan (keesaan Tuhan). Pendidikan dilakukan di langgar, madrasah, dan pesantren. Pada masa kolonialisme Portugis dan Belanda, kaum missioner memulai pendidikan Kristen. Didirikanlah sekolah-sekolah sesuai stratifikasi sosial dan ekonomi, yang antara lain terdiri dari:
  1. Sekolah Khusus Anak-Anak Eropa
  2. Sekolah Khusus Anak-Anak Timur Asing
  3. Sekolah Khusus Anak-Anak Pribumi Bangsawan
Belanda menerapkan gagasan politik etis (balas budi) yang mencetuskan terbentuknya dua sekolah, yaitu:
  1. Sekolah untuk Rakyat Biasa (Sekolah Kelas Dua/Vervolg)
  2. Sekolah Kelas 1 untuk Golongan Atas atau Hollandsch Inlandsche Scool (HIS)
Tahun 1907 didirikan Sekolah Desa oleh Gubernur Jenderal Van Heutz, keterampilan yang diajarkan kepada anak-anak desa di sekolah tersebut sebatas kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Sekolah lain yang didirikan yaitu Meer Uitgebreit Lager Onderwijs (MULO) yang merupakan lanjutan dari Hollandsch Inladsche Scool (HIS). Ada pula sekolah menengah atas pribumi seperti AMS (Algement Middelbare School) terbagi menjadi dua, yaitu AMS A (IPS) dan AMS B (IPA) serta Hogere Burger Scool (HBS) khusus anak-anak Eropa.
Selain sekolah umum, Belanda mendirikan sekolah keterampilan yaitu Kweek Scool (Sekolah Guru), murid HIS dapat melanjutkan ke Hogere Kweek Scool (HKS). Tahun 1902 berdiri sekolah kedokteran di Jakarta yaitu STOVIA (Scool Teroleiding Van Indische Artsen) dan pada 1909 didirikan Sekolah Tinggi Hakim (Rechtschool). Tahun 1911 di Bogor didirikan Cultuur Scool dengan jurusan pertanian dan kehutanan. Pada tahun 1912 didirikan Konign Wilhelmina Scool (KWS) yang membuka tiga jurusan keterampilan: ilmu bangunan, ilmu pesawat, dan teknik listrik. Sekolah kedokteran Nederlands Indische Artsen Scool (NIAS) berdiri di tahun berikutnya. Pendidikan masyarakat desa dimulai di sekolahCursus Volaks Onderwijked atau CVO.
Sementara kolonialis Belanda mendirikan sekolah-sekolah, tokoh-tokoh pemuda Indonesia pun turut mendirikan sekolah sesuai dengan semangat nasionalisme. Sekolah-sekolah tersebut diantaranya:
  1. Sekolah Sarekat Islam (1921)
  2. Sekolah Budi Utomo
  3. Sekolah Kerajinan Rumah oleh RMT. Utoyo (1904)
  4. Sekolah Kartini (1904)
  5. Sekolah Dewi Sartika (1904)
  6. Sekolah Diniyah Putri (1917)
  7. Perguruan Taman Siswa (1922)

RM. Suwardi Suryaningrat atau yang biasa dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Aktif di organisasi Indische Partij dan memperoleh akte guru pada tahun 1915, Ki Hajar Dewantara mengadaptasi metode pengajaran dari tokoh-tokoh pendidikan seperti J.J Rouseau, Dr. Frobei, Dr. Montessori, Rabindanat Tagere, John Dewey, Kerschenteiner, dan Driedrich Frobel. Ki Hajar Dewantara menerapkan sistem pendidikan barat dengan aliran kebaktian, karena mengajar tidak hanya memberi ilmu tetapi juga mendidik budi pekerti. Salah satu gagasannya tertuang dalam semboyan “Tut Wuri Handayani”, guru diharapkan memberi kesempatan kepada anak didik untuk dapat mandiri.
Ki Hajar Dewantara turut menuangkan gagasannya pada azas pendidikan Perguruan Taman Siswa yang didirikannya, yaitu:
  1. Kemerdekaan untuk mengatur diri sendiri.
  2. Menyinggung kepentingan sosial, ekonomi, dan politik.
  3. Mengandung dasar kerakyatan.
  4. Percaya pada kekuatan sendiri.
  5. Keharusan untuk belajar sendiri segala usaha.
  6. Mengharuskan adanya keikhlasan lahir batin.
Undang-Undang tentang pendidikan yang menjadi dasar kurikulum di Indonesia diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara. Di wilayah lain di Nusantara didirikan pula sekolah-sekolah seperti Ruang Pendidikan INS Kayutanam di Sumatera Barat pada tahun 1926 oleh Muh. Syafi, Perguruan Rakyat pada 11 Desember 1928 di Jakarta oleh Mr. Sunaryo dan A. Manomutu Wilson, Kesatuan Institut di Bandung oleh E.F.E Douwes Dekker pada September 1922. Pendidikan terus berkembang pada masa selanjutnya, mencakup program wajib belajar TK-SMA, fasilitas pendidikan olahraga dan peribadatan, serta peningkatan mutu pengajaran melalui Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
Hari Pendidikan Nasional tidak hanya sebagai hari peringatan untuk mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi juga memberi perhatian lebih pada kesejahteraan guru sebagai tenaga pengajar sekaligus pendidik. 

Tidak ada komentar:
Write komentar