Senin, 10 September 2012

Tanjidor


Tanjidor (kadang hanya disebut tanji) adalah sebuah kesenian Betawi yang berbentuk orkes. Kesenian ini sudah dimulai sejak abad ke-19 atas rintisan Augustijn Michiels atau lebih dikenal dengan nama Mayor Jantje di daerah Citrap atau Citeureup. 
Tanjidor diambil dari bahasa Portugis "Tangedor" yang berarti alat musik berdawai alias stringed instrument. Namun saat masuk ke Betawi, maknanya mulai berubah menjadi music brass. 


Pasalnya Tangedor dimainkan oleh 7 sampai 10 orang yang didominasi oleh alat musik tiup semisal clarinet, trombone, piston, saksofon tenor, saksofon bas,membranofon, tambur hingga simbal. Menurut beberapa literatur, musik tanjidor sendiri merupakan hasil rintisan seorang bekas tawanan yang dimerdekakan (mardijkers) bernama asli Augustijn Michiels (1769 – 1833) atau yang akrab disapa Mayor Jantje.

Lantaran memainkan musik hanya untuk kesenangan, kepuasan batin serta merupakan kegemaran saja, tak heran jika banyak musisi-musisi tanjidor saat itu tidak mengenal not balok. Namun keunikan perpaduan nada-nada yang keluar lewat berbagai alat musik tiup yang diharmonisasikan dengan gemuruh perkusi membuat kelompok musik ini digemari. 

Tidak hanya itu, lagu-lagu yang kerap mereka dendangkan juga biasanya berirama ceria dan atau bernada mars. Sebut saja Kramton, Bananas, Cente Manis, Kramat Karem, Merpati Putih, Surilang, Jali-Jali, Kicir-Kicir, Sang Kodok hingga Sirih Kuning. Kemungkinan besar ini didasari oleh polah etnik Betawi yang jenaka.

Perubahan jaman kini menyebabkan gaung tanjidor kian tergerus. Representasi kesenian Betawi ini belakangan hanya dapat ditemukan di ajang pagelaran budaya, pernikahan adat Betawi, khitanan atau bahkan penyambutan tamu. 

Segelintir kelompok tanjidor yang masih bertahan hingga sekarang adalah Grup Tanjidor Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat dari Cijantung yang merupakan generasi ke empat, Pusaka asal Jagakarsa, dan Tiga Saudara yang berdiri sejak 1973 di Srengseng Sawah. Bahkan beberapa kelompok memadukan Tanjidor dengan Tari Topeng dan lenong (Jipeng) hanya agar kesenian ini kembali diminati.

Musisi-musisi Tanjidor kini memang mulai langka lantaran gagalnya regenerasi. Anak-anak muda yang sejatinya menjadi penerus tradisi sudah terlalu asik bermain musik dalam band modern ataupun membentuk boy+girl band  yang sering memainkan tembang cengeng yang diberi sedikit distorsi. Walau demikian, Tanjidor sesekali masih menebar pesonanya lewat acara-acara khusus saja.


Tidak ada komentar:
Write komentar