Madihin
Madihin berasal dari kata madah dalam bahasa Arab artinya nasihat, tapi bisa juga berarti pujian. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar.
Jadi pada dasarnya Madihin bisa rumuskan sebagai berikut : puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel.
Sejarah Madihin
Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin.
Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif seorang Pamadihinan. Berkat tunjangan Pulung inilah seorang Pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif (mumpuni). Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalsel dapat menekuni profesi sebagai Pamadihinan, karena Pulung hanya diberikan oleh Datu Madihin kepada para Pamadihinan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme).
Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep kosmologi tradisonal etnis Banjar di Kalsel. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel.
Menurut cerita orang dulu, Pulung harus diperbarui setiap tahun sekali, jika tidak, tuah magisnya akan hilang tak berbekas. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritual adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan Rabiul Awal atau Zulhijah. Datu Madihin diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat.
Pada saat kesurupan, Pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang diajarkan secara gaib oleh Datu Madihin yang menyurupinya ketika itu. Sebaliknya, jika Pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya sebagai Pamadihinan telah dicabut oleh Datu Madihin. Tidak ada pilihan bagi Pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari panggung pertunjukan Madihin
Bentuk fisik
Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.
Madihin merupakan genre/jenis puisi rakyat anonim berbahasa Banjar yang bertipe hiburan. Madihin dituturkan di depan publik dengan cara dihapalkan (tidak boleh membaca teks) oleh 1 orang, 2 orang, atau 4 orang seniman Madihin (bahasa Banjar Pamadihinan). Penuturan Madihin (bahasa Banjar : Bamadihinan) sudah ada sejak masuknya agama Islam ke wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526.
Status Sosial dan Sistem Mata Pencaharian Pamadihinan
Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar).
Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok.
Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamadihinan, yakni :
(1) terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara sterotipe,
(2) terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin yang dituturkannya,
(3) terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik,
(4) terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan Madihin,
(5) terampil dalam hal mengolah musik penggiring penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), dan
(6) terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan Madihin di depan publik.
(1) terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara sterotipe,
(2) terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin yang dituturkannya,
(3) terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik,
(4) terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan Madihin,
(5) terampil dalam hal mengolah musik penggiring penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), dan
(6) terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan Madihin di depan publik.
Tradisi Bamadihinan masih tetap lestari hingga sekarang ini. Selain dipertunjukkan secara langsung di hadapan publik, Madihin juga disiarkan melalui stasiun radio swasta yang ada di berbagai kota besar di Kalsel. Hampir semua stasiun radio swasta menyiarkan Madihin satu kali dalam seminggu, bahkan ada yang setiap hari. Situasinya menjadi semakin bertambah semarak saja karena dalam satu tahun diselenggarakan beberapa kali lomba Madihin di tingkat kota , kabupaten, dan provinsi dengan hadiah uang bernilai jutaan rupiah.
Para Pamadihinan yang menekuni pekerjaan ini secara profesional dapat hidup mapan. Permintaan untuk tampil di depan publik relatif tinggi frekwensinya dan honor yang mereka terima dari para penanggap cukup besar, yakni antara 500 ribu sampai 1 juta rupiah. Beberapa orang di antaranya bahkan mendapat rezeki nomplok yang cukup besar karena ada sejumlah perusahaan kaset, VCD, dan DVD di kota Banjarmasin yang tertarik untuk menerbitkan rekaman Madihin mereka. Hasil penjualan kaset, VCD, dan DVD tersebut ternyata sangatlah besar.
Di zaman dulu, ketika etnis Banjar di Kalsel masih belum begitu akrab dengan sistem ekonomi uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk natura (bahasa Banjar : Pinduduk). Pinduduk terdiri dari sebilah jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Contoh syair Madihin :
- Pembukaan yang pertama :
Aaa…………………wan
Assalamualaikum saya maucap salam
Pada Bapak Ibu Saudara sekalian
Baik nang di kiri atawa nang di kanan
Baik nang di muka atawa nang di belakang
Baik nang sudah kawin atawa nang bujangan
Pada Madihin biasanya pada awal mula pembukaan, isi maupun penutup atau pada saat akab memulai dan menyambung kepantun berikutnya akan menggunakan kata Aaaaaa…….wan. Tetapi sekarang kata-kata tersebut sudah berubah sesuai dengan yang ingin menunnjukkan madihin.
- Pembukaan yang kedua ini juga disebut pantun memasang Tabi :
Hormat saya lebih dulu dihaturkan
Kepada Saudara laki-laki dan perempuan
Baik nang sudah mandi atawa nang baluman
Kalau ada salah mohon dimaafkan
- Isi yang pertama :
Kiamat itu ada bamacam-macam
Tapi ini hanya manurut pamadihinan
Kiamat masyarakat, tarjadi karusuhan
Kiamat bupati, camatnya bagandakan
Kiamat camat, pambakalnya bajagauan
Kiamat pambakal, Katua RT-nya pamainan
Kiamat katua RT, warganya batauran
Kiamat rumah tangga, tarjadi parcaraian
Kiamat babinian, batianan saurangan
Kiamat para siswa, kada sing lulusan
- Isi yang kedua :
Dunia sekarang zaman globalisasi
Ujar orang bahasa, dunia basa-basi
Ujar (orang teknik), dunia teknologi
Ujar (wartawan), dunia informasi
Ujar (orang Telkom), dunia komunikasi
Ujar tata usaha, dunia administrasi
Ujar orang bank, dunia likuidasi
Ujar para siswa, dunia reformasi
Ujar guru-guru, dunia sertifikasi
Ujar SBY, dunia demokrasi
Ujar Megawati dunia hampir mati
Isi pantun pada madihin pada dasarnya bebas atau manasuka, tapi kebanyakan dari pantun madihin bersifat humor, nasihat yang bersifat sindiran.
- Penutup :
Ingin berhenti saya ingin batahan
Terbang dipukul bunyinya perlahan
Sambil membunga di akhir penutupan
Membawa pantun sebagai penghabisan
Pinang muda berangkap–rangkap
Pinang tua bersusun-susun
Pada nang muda saya mohon maaf
Pada nang tua saya mohon ampun
Pada madihin tidak harus menggunakan bahasa Banjar tetapi juga Bisa menggunakan bahasa indonesia. Tergantung dimana tempat diadakan pertunjukkan madihin.
Tidak ada komentar:
Write komentar