Sumpah Pemuda
merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 Bangsa Indonesia
dilahirkan. Oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia.
Proses kelahiran
Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan
tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi
ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk
membulatkan tekad demi Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Orang Indonesia
Asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga
berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Rumusan Sumpah
Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai
utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut
awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh
Yamin.
Sumpah Pemuda versi orisinal:
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda versi Ejaan Yang Disempurnakan:
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kongres Pemuda Indonesia Kedua
Gagasan
penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh
Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang
berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat
Rapat pertama,
Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB),
Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI
Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan
dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin
tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor
yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat,
pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua,
Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah
pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro,
berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada
keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik
secara demokratis.
Pada rapat penutup,
di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan
pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan
nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri,
hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Peserta
Para peserta Kongres
Pemuda II ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu
itu, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen
Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di
antara mereka hadir pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu
Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie.
Namun sampai saat ini tidak
diketahui latar belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam
Hiong hadir sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh
AR Baswedan pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang
dan mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Terdapat 71 Pengikrar Sumpah Pemuda
Berikut adalah
beberapa orang yang mengikrarkan Sumpah Pemuda :
* Sugondo
Djojopuspito
* Poernomowoelan
* Sarmidi
Mangoensarkoro
* Moehammad Yamin
* Sunario
Johanna Masdani Tumbuan
Johanna Masdani
Tumbuan termasuk di antara 71 pemuda yang hadir dalam Kongres Pemuda Kedua,
Oktober 1928 dan turut serta mengikrarkan Sumpah Pemuda yang berlangsung di
sebuah gedung yang terletak di Jalan Kramat Raya no. 106 Jakarta Pusat.
Selain itu, Jo --
demikian ia biasa dipanggil -- juga menjadi seorang saksi sejarah detik-detik
Proklamasi Indonesia yang dilakukan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada 17
Agustus 1945. Johanna Masdani Tumbuan juga ikut serta menyusun konsep
pembangunan Tugu Proklamasi yang sederhana di depan rumah Bung Karno di Jl.
Pegangsaan Timur (kini Jl. Proklamasi) no. 56, Jakarta.
Tugu ini kemudian
dibongkar oleh Bung Karno, namun dibangun kembali pada tahun 1980-an. Baca juga
pada Sejarah Perjuangan Pemuda Indonesia dan Sumpah Pemuda oleh David DS
Lumoindong.
Bangunan di Jalan
Kramat Raya 106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah
pondokan untuk pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong.
Gedung Kramat 106
sempat dipugar Pemda DKI Jakarta 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur
DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung
ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam
perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan
saat ini dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Tidak ada komentar:
Write komentar