Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dilaksanakan secara besar-besaran di Yogyakarta sudah saatnya disejajarkan dengan pertempuran 10 November 1945.
Serangan yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan kepada Belanda saat itu dilakukan guna memperkokoh diplomasi dan simbol ekstistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di mata internasional.
Tentara Nasional Indonesia dibawah komando Panglima Besar Sudirman ingin membuktikan bahwa TNI masih ada dan cukup kuat untuk mempertahankan kedaulaatan NKRI khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta.
Serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta pada masa penjajahan Belanda (yang kemudian terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret) dilakukan secara besar-besaran.
Serangan yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III—dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat—berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Soedirman, bertujuan untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI dan Republik Indonesia masih ada dan cukup kuat.
Ide mengenai serangan besar-besaran itu datang dari Letkol. dr. Wiliater Hutagalung dan pemrakarsa serangan adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Setelah Belanda melancarkan agresi militer yang kedua di Yogyakarta, PBB mengeluarkan resolusi yang menyerukan agar kedua pihak—Indonesia dan Belanda—menghentikan peperangan. Namun, Belanda menolak resolusi itu.
Karena itulah, menurut Letkol Hutagalung, Indonesia perlu meyakinkan dunia internasional—terutama Amerika Serikat dan Inggris—bahwa Negara Republik Indonesia masih kuat, memiliki pemerintahan, dan memiliki organisasi ketentaraan TNI.
Untuk membuktikan hal itu, maka harus ada upaya serangan spektakuler yang tidak bisa disembunyikan atau ditutup-tutupi oleh Belanda, dan harus diketahui oleh UNCI (United Nations Commission for Indonesia) serta wartawan-wartawan asing untuk disebarluaskan ke seluruh dunia.
Panglima Soedirman menyetujui gagasan tersebut, dan menginstruksikan Letkol Hutagalung untuk mengkoordinasikannya dengan Panglima Divisi II dan III.
Berdasarkan rapat koordinasi, disepakati serangan besar-besaran itu akan ditujukan ke Yogyakarta, yang waktu itu masih diduduki Belanda, selain juga karena banyak wartawan serta anggota delegasi UNCI dan pengamat militer dari PBB yang ada di sana. Selain itu, serangan tersebut juga diputuskan untuk dilancarkan pada 1 Maret 1949.
Maka, pada pukul 06.00 pagi, serangan itu pun dimulai dengan fokus ke ibu kota Yogyakarta. Selain itu, pasukan TNI juga menyerang Magelang, Solo, dan sekitarnya. Pos komando ditempatkan di desa Muto. Malam hari,
Menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota. Ada juga yang disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar pukul 06.00, sewaktu sirene dibunyikan, serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota.
Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.
Wilayah barat dipimpin Ventje Sumual , Selatan dan Timur dipimpim Mayor Sardjono , Utara oleh Mayor Kusno . Di wilayah kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono danLetnan Masduki sebagai pimpinan.
Dalam waktu enam jam, tepat pukul 12.00 siang, pasukan Indonesia berhasil menduduki Yogyakarta. Di dalam serangan itu, sebanyak 300 prajurit dan 53 anggota polisi Indonesia tewas, serta banyak korban lain yang terdiri atas masyarakat sipil. Sementara 200 tentara Belanda tewas, dan sejumlah lainnya luka-luka.
Serangan umum pada tanggal 1 Maret itu berhasil membuktikan eksistensi Indonesia, yang artinya juga menguatkan posisi tawar RI di mata PBB, serta mempermalukan Belanda yang telah mengklaim RI sudah lemah. Upaya tersebut telah menorehkan sejarah penting dalam era kemerdekaan Indonesia, sehingga sejarah pun mengenangnya sebagai “Serangan Umum 1 Maret”.
Simbol perjuangan ada di Yogyakarta dengan dibangunnya Monumen Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di kawasan Titik Nol Yogyakarta.
Inilah salah satu kejadian besar dalam sejarah Indonesia. Mungkin ada fakta yang belum kita ketahui, tapi inilah bagian dari sejarah perjuangan rakyat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Write komentar